assalamu'alaikum....

Kamis, 23 Februari 2012

SYIAH




A.     SYIAH
            Kata syi’ah secara etimologi (kebahasaan) berarti pengikut,pendukung,pembela, pencinta, yang kesemuanya mengarah kepada makna dukungan kepada ide atau individu dan kelompok tertentu. Munculnya Syi’ah pertama kali, yaitu dengan masuknya orang Persia Majusi yang kalah menghadapi tentara islam yang menundukkan meraka, dengan menyembunyikan permusuhan dan kekafiran.
            Dalang timbulnya Syi’ah adalah orang yahudi dari Yaman bernama Abdullah bin Saba’. Ia masuk islam pada zaman khafilah ketiga, Utsman bin affan. Ia berkeinginan untuk mendapat kepercayaan dan kedudukan istimewa dalam pemerintahan Usman. Tettapi itu tidak terlaksana. Abdullah bin Saba meninggalkan yahudi dan masuk agama Maseji dengan tuijuan untuk : pertama yaitu untuk mendapatkan kepercayaan, kedua, setelah itu ia akan merusak, yaitu dengan menimbulkan perpecahan dan intrik.
Menurut Muhammad Jawăd Maghnlyah, seorang ulama beraliran syiah berpendapat bahwa kelompok syiah adalah kelompok yang meyakini bahwa Nabi Muhammad saw telah menetapkan dalam nash (pernyataan yang pasti) tentang khalifah (pengganti) beliau dengan menunjuk imam ‘Ali kw.[1]

1).  Syiah Az-Zaidiah

            Az-Zaidiah adalah kelompok syi’ah pengikut Zaid bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib ra. Beliau lahir pada 80H dan terbunuh pada 122H. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat taat beribadah, berpengaruh luas sekaligus revolusioner.
            Dasar utama lahirnya Syi’ah Zaidiah adalah adanya perlawanan dalam menghadapi penguasa-penguasa yang berlaku aniaya. Karena pada masa Syi’ah Zaidiah telah terjadi tragedi Karbala yang terjadi di kota madinah yaitu terjadi perlawanan-perlawanan dalam melawan musuh atau lawan-lawannya secara sadis.
            Syi’ah Zaidiah menetapkan bahwa imămah dapat diemban oleh siapa pun yang memiliki garis keturunan sampai dengan Fatimah, putri Rasulullah saw., baik dari keturunan putra beliau, al-Hasan bin Ali, maupun al-Husain, dan selama yang bersangkutan memiliki kemampuan keilmuan , adil, dan berani-keberanian yang mengantarnya mengangkat senjata melawan kezaliman. Karena itulah mereka mengutamakan dan memilih Zaid putra Ali Zainal Abidin, dari pada imam ja’far ash-shadiq yang kendati ilmunya melebihi Zaib bahkan “membimbing Zaid”, namun karena beliau enggan mengangkat senjata, maka mereka menilainya tidak wajar menjadi imam.
            Bahkan Az-Zaidiah membenarkan adanya dua atu tiga imam dalam dua atau tiga kawasan yang berjauhan. Agaknya tujuannya adalah untuk memperlemah kekuatan penguasa yang zalim. Syi’ah Zaidiyah kendati berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib ra. Adalah sahabat Nabi yang termulia, bahkan melebihi kemuliaan Abu Bakar, Umar dan Utsman ra., namun mereka mengakui sahabat-sahabat Nabi itu sebagai khalifah-khalifah yang sah.    
            Imam Zaid berguru kepada Washil bin Atha’ tokoh aliran Mu’tazilah, yang dikenal sangat rasional, karena itu banyak pandangan Zaidiah yang sejalan dengan alaran Mu’tazilah, seprti al-Manzilah baina al-Manzilatain, dan kebebasan kehendak manusia. Mereka tidak seperti syiah yang lain , menolak menggunakan taqiah, tidak juga menyatakan bahwa para imam mengetahui ghaib dan juga tidak menetapkan ‘ismah (keterpeliharaan dari dosa dan kesalahan) bagi para imam.
Mereka tidak mengakui adanya ilmu khusus dari Allah kepada imam atau pemimpin mereka sebagai kepercayaan syiah yang lain, termasuk Syiah Imamiah , sebagimana mereka tidak mengakui adanya Raj’ah, yakni kembalinya hidup orang-orang tertentu kepentas bumi ini dan dengan demikian mereka tidak mengakui adanya seseorang tertentu yang dinamai Imam Mahdi. Siapa pun yang adil, berpengatahuan berani dan tampil mengangkat senjata melawan kezaliman maka ia adalah al-Mahdi.
Az-Zaidiah dalam konteks menetapkan hukum menggunakan al-Qur’an, Sunnah, dan Nalar. Demikian sekelumit dari pandangan Syiah Zaidiah yang dinilai sebagai kelompok Syiah dengan Ahlussunnah wa al-Jama’ah. Menurut Muhammad ‘Imarah dalam bukunya Talhkish Muhassal Afkar al-Mutaqaddimin wa al-Mutaakhkhirin, karya Nashiruddin ath Thusy, mengatakan bahwa Syi’ah Zaidiyah menganut paham Mu’tazilah dalam bidang prinsip-prinsip ajaran ajaran agama (akidah), bahkan meraka menggunakan tokoh-tokoh Mu’tazilah melebihi pengagungan mereka terhadap imam-imam Syi’ah Itsna ‘Asyariyah. Sedangkan dalam hukuk-hukum yang berkaitan dengan rincian ajaran agama, mereka banyak sejalan dengan pandangan mahzab Abu Hanifah dan sedikit dengan mahzab Syafi .[2]



2). Syiah Istna ‘Asyariah

            Syiah Itsna ‘Asyariyah, biasa juga dikenal dengan nama Imamiyah atau Ja’fariyah, adalah kelompok Syiah yang mempercayai adanya dua belas imam  yang kesemuanya dari keturunan Ali bin Thalib dan Fatimah az-Zahra, putrid Rasulullah saw. Ada juga yang percaya bahwa mereka itu tujuh tetapi mereka itu berbeda-beda dalam perincian meraka. Kelompok ini merupakan mayoritas penduduk Iran, Irak, serta ditemukan juga dibeberapa daerah Suriah, Kuwait, Bahrain, India, juga di Saudi Arabiah, dan beberapa Uni Sovyet.
            Mazhab Syi’ah Duabelas yang dianuut oleh Ayatullah Khomaini dan pengikut-pengikutnya yang sekarang memerintah iran. Mazab syi’ah duabelas adalah mahzab syi’ah yang paling moderat. Banyak orang-orang yang belum pernah membaca kitab-kitab mahzab yang meraka anggap baik, mengira bahwa perbedaan antara mahzabsyi’ah dan mahzab Ahlussunnah adalah perbedaan dalam furu’ dan bukan dalam ushul.
            Dalam mahzab syi’ah duabelas masalah imamat dalah prinsip dan dasar yang pokok. Bagi mereka, masalah tersebut adalah seperti rangkaian kalimat tauhid (La ilaha illah Allah, Muhammad Rasulullah). Barang siapa tidak percaya kepada imamat, ia sama dengan orang yang tidak percaya kepada kalimat Syahadat. Orang syia’ah duabelas percaya sepenuhnya bahwa Allah mengutus Nabi-nabi dan Rasul-rasul untuk memberi pimpinan kepada mereka menurut Jalan Allah. Dan setelah Allah menutup kerasullan dengan mengutus Nabi Muhammad SAW, dan kemudian kembali kerahmatnya meninggalkan dunia yamg fana ini.
Allah mengangkat, dengan kesaksian Kitab-Nya dan penjelasan Nabi-nabi-Nya, dua belas imam untuk memimpin manusia , semuanya dari anak turunan Ali, dan mereka itulah yang harus memerintah manusia sampai hari kiamat. Mereka dijaga Allah dari melakukan kesalahan, maka manusia wajib mengikutinya. Derajat mereka sama dengan martabat Rasulullah, dan mereka lebih tinggi dari dari segala Nabi dan Rasul. Barang siapa sangsi dalam hal ini, ia adalah kafir, kekal di neraka dan tiada amal shaleh yang dapat menyelamatkannya.
Urutan Imam-imam ma’shum dimulai dari : Ali ra, Hasan, Husein, Ali bin Hasan (Imam Zainal Abidin), Imam al Baqir, Ja’far al Sadik, Musa bin Ja’far, Ali bin Musa al Ridha, Muhammad bin Ali al Taqy, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali al Askari, dan Muhammad bin Hasan al Askari (Imam Mahdi yang hilang, yang ditungu-tunggu). Sebagai ketentuan mahzab syi’ah duabelas ini, orang harus percaya bahwa martabat imam hanya terdapat dalam Duabelas Imam mereka.

B.   Persamaan dan Perbedaan Syi’ah Itsna ‘Asyariah dan Syiah Az-Zaidiah.

1). Perbedaan
·         Dasar utama lahirnya Syi’ah Zaidiah adalah adanya perlawanan dalam menghadapi penguasa-penguasa yang berlaku aniaya.
·         Syiah Itsna ‘Asyariyah mempercayai adanya dua belas imam  yang kesemuanya dari keturunan Ali bin Thalib dan Fatimah az-Zahra, putrid Rasulullah saw.
·         Az-Zaidiah membenarkan adanya dua atu tiga imam
pandangan Zaidiah yang sejalan dengan alaran Mu’tazilah, seprti al-Manzilah baina al-Manzilatain, dan kebebasan kehendak manusia. Dan menggunakan taqiah, tidak juga menyatakan bahwa para imam mengetahui ghaib dan juga tidak menetapkan ‘ismah (keterpeliharaan dari dosa dan kesalahan) bagi para imam.
·         Syi’ah Az-Zaidiah tidak mengakui adanya ilmu khusus dari Allah kepada imam atau pemimpin.
Syi’ah az-zaidiah tidak mengakui adanya seseorang tertentu yang dinamai Imam Mahdi, Siapa pun yang adil, berpengatahuan berani dan tampil mengangkat senjata melawan kezaliman maka ia adalah al-Mahdi.
·         Menurut Syi’ah itsna ‘asyariah imam mahdi bagi mereka adalah duabelas imam yang mereka percayai.
·         syi’ah duabelas adalah mahzab syi’ah yang paling moderat
·         Dalam mahzab syi’ah duabelas masalah imamat dalah prinsip dan dasar yang pokok
mahzab syi’ah duabelas, harus percaya bahwa martabat imam hanya terdapat dalam Duabelas Imam mereka.
·         Imam Mahdi yang ditungu-tunggu oleh syi’ah duabelas, yang sekarang masih hilang, itu bukannya Imam Mahdi yang diyakini oleh Ahlussunnah, akan tetapi merupakan Mahdi syi’ah yang hanya diyakini oleh kelompok syi’ah.
·         Menurut syi’adu belas , mereka meyakini bahwa Rasulullah SAW adalah penutup semua nabi dan para imam a.s. tersebut berdasarkan hadist-hadist mutawatir  yang disabdakan olehnya berjumlah Duabelas orang tidak lebih dan tidak kurang.
·         Menurut Syi’ah Zaidiah, mereka meyakini bahwa imamah bukanlah hak prerogratif  Ahlul Bayt a.s. dan para imam tidak berjumlah Duabelas  orang serta mereka tidak mengikuti Ahlul Bayt a.s. 


2).  Persamaan
·         Syi’ah Duabelas dan Syi’ah az-Zaidiah, mereka sama-sama mempercayai adanya imam.
·         Imam yang mereka angkat adalah sama-sama dari keturunan Ali r.a


C.      Imamah.
Imamah menurut bahasa berarti “kepemimpinan”. Imam artinya “pemimpin”, imam juga disebut Khalifah, yaitu penguasa dan pemimpin tertinggi rakyat. Kata imam juga bisa digunakan untuk Al-Qur’an  karena Al-Qur’an itu adalah imam (pedoman) bagi umat islam. Demikian pula, bisa digunakan untuk rasulullah saw, karena beliau adalah pemimpin para pemimpin, yang sunnahnya diikuti oleh seluruh pemimpin. Kata imam juga digunakan untuk orang yang mengatur kemaslatan sesuatu, untuk pemimpin pasukan dan untuk orang dengan fungsi lainnya.[3]
Dengan demikian, berdasarkan tinjauan bahasa (etimologi), kata imam berarti “pemegang kekuasaan atas umat islam” atau bisa disebut juga khalifah. Menurut Syekh Abu Zahrah “ imamah itu juga disebut khilafah. Sebab, orang yang menjadi khalifah adalah penguasa tertinggi bagi umat islam  yang menggantikan Nabi saw. Khalifah itu juga disebut imam sebab para khalifah adalah pemimpin (imam) yang wajib ditaati.  
Perselisihan umat islam yang terbesar adalah perselisihan menyangkut imamah. Perselisihan itu menyangkut pertumpahan darah dalam islam, yang sebelumnya belum pernah terjadi.3 perselisihan ini tidak akan terjadi apabila Rasulullah saw, masih hidup, sebab beliau pasti akan menyelesaikan perselisihan dan membimbing manusia ke jalan yang lurus.

1)      Pemikiran Tentang Imamah dan Pembaiatan Abu Bakar R.A

Apakah Para sahabat telah memikirkan siapakah yang akan menjadi pemimpin mereka terutama ketika sakit Rasulullah  saw, semakin parah ?
 Dan dari riwayat Ali r.a ., ia berkata :
 “ Rasulullah ditanya, ‘ ya, Rasulullah. Sipakah yang akan menjadi pemimpin setelahmu ? ’ Nabi saw menjawab, ’Jika kamu menjadikan Abu Bakar sebagai pemimpin, maka kamu akan mendapatkan dia orang yang terpercaya, zuhud dalam urusan dunia, dan senang kehidupan akhirat. Jika kamu menjadikan umar sebagai pemimpin, maka kamu akan mendapatkan dia sebagai orang yang kuat, terpercaya, dan tidak takut kecaman siapa pun dalam menjalankan hukum Allah. Dan jika kamu menjadikan Ali sebagai pemipin, dan saya melihat kamu tidak akan melakukannya, maka kamu akan mendapatkan dia orang yang member petunjuk dan yang mendapatkan petunjuk, yang akan membimbing mu ke jalan yang lurus.”[4]
Berdasarkan keterangan ini, kita ketahui bahwa pemikiran tentang imamah telah muncul pada masa hidup Rasulullah saw. Namun perselisihan tentang khalifah baru terjadi setelah Rasulullah wafat, dengan diadakan pertemuan di Saqifah, yang diikuti dengan pembaiatan Abu Bakar r.a. dalam khutbahnya  khaliafah kedua, Umar r.a berkata tentang pertemuan saqifah, “ Telah sampai kepadaku bahwa seseorang di antara kalian berkata, ‘Demi Allah, jika Umar wafat, maka saya akan membaiat si fulan.’
 Maka janganlah ada orang yang terpedaya hingga ia mengatakan bahwa pembaiatan Abu Bakar itu tergesa-gesa dan telah selesai. Ketahuialah bahwa pembaiatan itu memang demikian, dan Allah telah mencegah terjadinya keburukan. Dan siapa yang membaiat seseorang tanpa musyawarah umat Islam maka pembaiatan itu tidak benar, dan orang yang membaiat maupun yang dibaiat dapat dibunuh.

2)      Kedudukan Hukum Khalifa Hurasidin

Khalifah adalah orang yang mewakili umat  dalam urusan pemerintahan dan kekuasaan serta dalam menerapkan hukum-hukum syara. Islam telah menjadikan umat sebagai pemilik kekuasaan dan pemerintahan. Dan dalam hal ini umat mewakilkannya kepada seseorang untuk menjalankan urusan tersebut. Disamping itu ALLAH SWT telah mewajibkan kepada umat untuk menerapkan seluruh system dan hukum islam secara total.
Secara formal akad penyerahan umat untuk memberikan mandat kepada seorang khalifah dalam urusan kekuasaan dan pemerintahan serta dalam menerapkan hukum-hukum syara dilakukan, melalui baiat seorang khalifah. Sekaligus menunjukan pemberian kekusaan dari umat kepada khalifah. Sedangkan umat wajib mentaatinya . Rasulullah saw, bersabda : “ siapa saja yang telah membaiat seorang imam (khalifah) lalu memberikan uluran tangan dan buah hatinya , maka hendaklah ia mentaatinya.” (HR. Imam Muslim).
Alqur’anul Karim telah menyebutkan dengan istilah Waliyul Amri, yaitu orang yang mewakili umat dalam pengaturan dan pemeliharaan urusan umat sesuai dengan system dan hukum islam. Ketaatan terhadap khalifah menempati peringkat yang tertinggi setelah ketaatan kepada Allah dan Rasulnya. Firman Allah swt :
“ Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasullnya dan ulil amri dari kamu sekalian”. (QS: An Nisa: 59). Oleh karena itu, kedudukan seseorang Khalifah di dalam system pemerintahan islam amatlah kuat.
            Seorang khalifah wajib ditaati oleh seluruh rakyat. Siapapun yang membangkang perintah khalifah dianggap golongan bughat(pembangkang). Dan islam bersikap keras terhadap para pembangkang yang dapat mengakibatkan instabilitas politik, yang pada ujungnya bisa menjadi penyebab kegoncangan dan kehancuran kesatuan Daulah Khalifah Islamiyah.



[1] Muhammad Jawad Maghiyah, Asy-Syi’ah al-Hakimun, Percetakan Ahliyah, Beirut, cet II, 1962, hal. 14, selanjutnya disebut Asy-syi’ah wa al-hakimun
[2] Tayarat al-Fikr al-islami, hal.119
[3] Di antara arti imam adalah ammahu-yaummuhu, artinya ‘dia menuju suatu tempat, seperti yang disebutkan dala surat al-maa’idah: “Dan meeka menuju Baitullah yang mulia”
[4] Ibid., jilid v no.859 dengan sanad sahih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bintang