A. SYIAH
Kata
syi’ah secara etimologi (kebahasaan) berarti pengikut,pendukung,pembela,
pencinta, yang kesemuanya mengarah kepada makna dukungan kepada ide atau
individu dan kelompok tertentu. Munculnya Syi’ah pertama kali, yaitu dengan
masuknya orang Persia Majusi yang kalah menghadapi tentara islam yang
menundukkan meraka, dengan menyembunyikan permusuhan dan kekafiran.
Dalang timbulnya Syi’ah adalah orang
yahudi dari Yaman bernama Abdullah bin Saba’. Ia masuk islam pada zaman
khafilah ketiga, Utsman bin affan. Ia berkeinginan untuk mendapat kepercayaan
dan kedudukan istimewa dalam pemerintahan Usman. Tettapi itu tidak terlaksana.
Abdullah bin Saba meninggalkan yahudi dan masuk agama Maseji dengan tuijuan
untuk : pertama yaitu untuk mendapatkan kepercayaan, kedua, setelah itu ia akan
merusak, yaitu dengan menimbulkan perpecahan dan intrik.
Menurut Muhammad Jawăd Maghnlyah, seorang ulama
beraliran syiah berpendapat bahwa kelompok syiah adalah kelompok yang meyakini
bahwa Nabi Muhammad saw telah menetapkan dalam nash (pernyataan yang
pasti) tentang khalifah (pengganti) beliau dengan menunjuk imam ‘Ali kw.[1]
1). Syiah Az-Zaidiah
Az-Zaidiah adalah kelompok syi’ah
pengikut Zaid bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin ‘Ali bin Abi
Thalib ra. Beliau lahir pada 80H dan terbunuh pada 122H. Beliau dikenal sebagai
seorang yang sangat taat beribadah, berpengaruh luas sekaligus revolusioner.
Dasar utama lahirnya Syi’ah Zaidiah adalah
adanya perlawanan dalam menghadapi penguasa-penguasa yang berlaku aniaya.
Karena pada masa Syi’ah Zaidiah telah terjadi tragedi Karbala yang terjadi di
kota madinah yaitu terjadi perlawanan-perlawanan dalam melawan musuh atau
lawan-lawannya secara sadis.
Syi’ah Zaidiah menetapkan bahwa imămah
dapat diemban oleh siapa pun yang memiliki garis keturunan sampai dengan
Fatimah, putri Rasulullah saw., baik dari keturunan putra beliau, al-Hasan bin
Ali, maupun al-Husain, dan selama yang bersangkutan memiliki kemampuan keilmuan
, adil, dan berani-keberanian yang mengantarnya mengangkat senjata melawan
kezaliman. Karena itulah mereka mengutamakan dan memilih Zaid putra Ali Zainal
Abidin, dari pada imam ja’far ash-shadiq yang kendati ilmunya melebihi Zaib
bahkan “membimbing Zaid”, namun karena beliau enggan mengangkat senjata, maka
mereka menilainya tidak wajar menjadi imam.
Bahkan Az-Zaidiah membenarkan adanya
dua atu tiga imam dalam dua atau tiga kawasan yang berjauhan. Agaknya tujuannya
adalah untuk memperlemah kekuatan penguasa yang zalim. Syi’ah Zaidiyah kendati
berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib ra. Adalah sahabat Nabi yang termulia,
bahkan melebihi kemuliaan Abu Bakar, Umar dan Utsman ra., namun mereka mengakui
sahabat-sahabat Nabi itu sebagai khalifah-khalifah yang sah.
Imam Zaid berguru kepada Washil bin
Atha’ tokoh aliran Mu’tazilah, yang dikenal sangat rasional, karena itu banyak
pandangan Zaidiah yang sejalan dengan alaran Mu’tazilah, seprti al-Manzilah
baina al-Manzilatain, dan kebebasan kehendak manusia. Mereka tidak
seperti syiah yang lain , menolak menggunakan taqiah, tidak juga
menyatakan bahwa para imam mengetahui ghaib dan juga tidak menetapkan ‘ismah
(keterpeliharaan dari dosa dan kesalahan) bagi para imam.
Mereka tidak mengakui adanya ilmu khusus dari Allah
kepada imam atau pemimpin mereka sebagai kepercayaan syiah yang lain, termasuk
Syiah Imamiah , sebagimana mereka tidak mengakui adanya Raj’ah, yakni
kembalinya hidup orang-orang tertentu kepentas bumi ini dan dengan demikian
mereka tidak mengakui adanya seseorang tertentu yang dinamai Imam Mahdi. Siapa
pun yang adil, berpengatahuan berani dan tampil mengangkat senjata melawan
kezaliman maka ia adalah al-Mahdi.
Az-Zaidiah dalam konteks menetapkan hukum menggunakan
al-Qur’an, Sunnah, dan Nalar. Demikian sekelumit dari pandangan Syiah Zaidiah
yang dinilai sebagai kelompok Syiah dengan Ahlussunnah wa al-Jama’ah. Menurut
Muhammad ‘Imarah dalam bukunya Talhkish Muhassal Afkar al-Mutaqaddimin wa
al-Mutaakhkhirin, karya Nashiruddin ath Thusy, mengatakan bahwa Syi’ah
Zaidiyah menganut paham Mu’tazilah dalam bidang prinsip-prinsip ajaran
ajaran agama (akidah), bahkan meraka menggunakan tokoh-tokoh Mu’tazilah melebihi
pengagungan mereka terhadap imam-imam Syi’ah Itsna ‘Asyariyah. Sedangkan dalam
hukuk-hukum yang berkaitan dengan rincian ajaran agama, mereka banyak sejalan
dengan pandangan mahzab Abu Hanifah dan sedikit dengan mahzab Syafi .[2]
2). Syiah
Istna ‘Asyariah
Syiah Itsna ‘Asyariyah, biasa juga
dikenal dengan nama Imamiyah atau Ja’fariyah, adalah kelompok Syiah yang
mempercayai adanya dua belas imam yang
kesemuanya dari keturunan Ali bin Thalib dan Fatimah az-Zahra, putrid
Rasulullah saw. Ada juga yang percaya bahwa mereka itu tujuh tetapi mereka itu
berbeda-beda dalam perincian meraka. Kelompok ini merupakan mayoritas penduduk
Iran, Irak, serta ditemukan juga dibeberapa daerah Suriah, Kuwait, Bahrain,
India, juga di Saudi Arabiah, dan beberapa Uni Sovyet.
Mazhab Syi’ah Duabelas yang dianuut
oleh Ayatullah Khomaini dan pengikut-pengikutnya yang sekarang memerintah iran.
Mazab syi’ah duabelas adalah mahzab syi’ah yang paling moderat. Banyak
orang-orang yang belum pernah membaca kitab-kitab mahzab yang meraka anggap
baik, mengira bahwa perbedaan antara mahzabsyi’ah dan mahzab Ahlussunnah adalah
perbedaan dalam furu’ dan bukan dalam ushul.
Dalam mahzab syi’ah duabelas masalah
imamat dalah prinsip dan dasar yang pokok. Bagi mereka, masalah tersebut adalah
seperti rangkaian kalimat tauhid (La ilaha illah Allah, Muhammad Rasulullah).
Barang siapa tidak percaya kepada imamat, ia sama dengan orang yang tidak
percaya kepada kalimat Syahadat. Orang syia’ah duabelas percaya sepenuhnya
bahwa Allah mengutus Nabi-nabi dan Rasul-rasul untuk memberi pimpinan kepada
mereka menurut Jalan Allah. Dan setelah Allah menutup kerasullan dengan
mengutus Nabi Muhammad SAW, dan kemudian kembali kerahmatnya meninggalkan dunia
yamg fana ini.
Allah mengangkat, dengan kesaksian Kitab-Nya dan
penjelasan Nabi-nabi-Nya, dua belas imam untuk memimpin manusia , semuanya dari
anak turunan Ali, dan mereka itulah yang harus memerintah manusia sampai hari
kiamat. Mereka dijaga Allah dari melakukan kesalahan, maka manusia wajib
mengikutinya. Derajat mereka sama dengan martabat Rasulullah, dan mereka lebih
tinggi dari dari segala Nabi dan Rasul. Barang siapa sangsi dalam hal ini, ia
adalah kafir, kekal di neraka dan tiada amal shaleh yang dapat
menyelamatkannya.
Urutan Imam-imam ma’shum dimulai dari : Ali ra, Hasan,
Husein, Ali bin Hasan (Imam Zainal Abidin), Imam al Baqir, Ja’far al Sadik,
Musa bin Ja’far, Ali bin Musa al Ridha, Muhammad bin Ali al Taqy, Ali bin
Muhammad, Hasan bin Ali al Askari, dan Muhammad bin Hasan al Askari (Imam Mahdi
yang hilang, yang ditungu-tunggu). Sebagai ketentuan mahzab syi’ah duabelas
ini, orang harus percaya bahwa martabat imam hanya terdapat dalam Duabelas Imam
mereka.
B.
Persamaan
dan Perbedaan Syi’ah Itsna ‘Asyariah dan Syiah Az-Zaidiah.
1).
Perbedaan
·
Dasar utama lahirnya Syi’ah Zaidiah adalah adanya
perlawanan dalam menghadapi penguasa-penguasa yang berlaku aniaya.
·
Syiah Itsna ‘Asyariyah mempercayai adanya dua belas
imam yang kesemuanya dari keturunan Ali
bin Thalib dan Fatimah az-Zahra, putrid Rasulullah saw.
·
Az-Zaidiah membenarkan adanya dua atu tiga imam
pandangan Zaidiah yang sejalan dengan alaran
Mu’tazilah, seprti al-Manzilah baina al-Manzilatain, dan kebebasan
kehendak manusia. Dan menggunakan taqiah, tidak juga menyatakan
bahwa para imam mengetahui ghaib dan juga tidak menetapkan ‘ismah (keterpeliharaan
dari dosa dan kesalahan) bagi para imam.
·
Syi’ah Az-Zaidiah tidak mengakui adanya ilmu khusus
dari Allah kepada imam atau pemimpin.
Syi’ah az-zaidiah tidak mengakui adanya seseorang
tertentu yang dinamai Imam Mahdi, Siapa pun yang adil, berpengatahuan berani
dan tampil mengangkat senjata melawan kezaliman maka ia adalah al-Mahdi.
·
Menurut Syi’ah itsna ‘asyariah imam mahdi bagi mereka
adalah duabelas imam yang mereka percayai.
·
syi’ah duabelas adalah mahzab syi’ah yang paling
moderat
·
Dalam mahzab syi’ah duabelas masalah imamat dalah
prinsip dan dasar yang pokok
mahzab syi’ah duabelas, harus percaya bahwa martabat
imam hanya terdapat dalam Duabelas Imam mereka.
·
Imam Mahdi yang ditungu-tunggu oleh syi’ah duabelas,
yang sekarang masih hilang, itu bukannya Imam Mahdi yang diyakini oleh
Ahlussunnah, akan tetapi merupakan Mahdi syi’ah yang hanya diyakini oleh
kelompok syi’ah.
·
Menurut syi’adu belas , mereka meyakini bahwa
Rasulullah SAW adalah penutup semua nabi dan para imam a.s. tersebut
berdasarkan hadist-hadist mutawatir yang
disabdakan olehnya berjumlah Duabelas orang tidak lebih dan tidak kurang.
·
Menurut Syi’ah Zaidiah, mereka meyakini bahwa imamah
bukanlah hak prerogratif Ahlul Bayt a.s.
dan para imam tidak berjumlah Duabelas
orang serta mereka tidak mengikuti Ahlul Bayt a.s.
2). Persamaan
·
Syi’ah Duabelas dan Syi’ah az-Zaidiah, mereka
sama-sama mempercayai adanya imam.
·
Imam yang mereka angkat adalah sama-sama dari
keturunan Ali r.a
C. Imamah.
Imamah menurut
bahasa berarti “kepemimpinan”. Imam artinya “pemimpin”, imam juga
disebut Khalifah, yaitu penguasa dan pemimpin tertinggi rakyat.
Kata imam juga bisa digunakan untuk Al-Qur’an
karena Al-Qur’an itu adalah imam (pedoman) bagi umat islam. Demikian
pula, bisa digunakan untuk rasulullah saw, karena beliau adalah pemimpin para
pemimpin, yang sunnahnya diikuti oleh seluruh pemimpin. Kata imam juga
digunakan untuk orang yang mengatur kemaslatan sesuatu, untuk pemimpin pasukan
dan untuk orang dengan fungsi lainnya.[3]
Dengan
demikian, berdasarkan tinjauan bahasa (etimologi), kata imam berarti
“pemegang kekuasaan atas umat islam” atau bisa disebut juga khalifah. Menurut
Syekh Abu Zahrah “ imamah itu juga disebut khilafah. Sebab, orang yang menjadi
khalifah adalah penguasa tertinggi bagi umat islam yang menggantikan Nabi saw. Khalifah itu juga
disebut imam sebab para khalifah adalah pemimpin (imam) yang wajib ditaati.
Perselisihan
umat islam yang terbesar adalah perselisihan menyangkut imamah. Perselisihan
itu menyangkut pertumpahan darah dalam islam, yang sebelumnya belum pernah
terjadi.3 perselisihan ini tidak akan terjadi apabila Rasulullah saw, masih
hidup, sebab beliau pasti akan menyelesaikan perselisihan dan membimbing
manusia ke jalan yang lurus.
1) Pemikiran
Tentang Imamah dan Pembaiatan Abu Bakar R.A
Apakah
Para sahabat telah memikirkan siapakah yang akan menjadi pemimpin mereka
terutama ketika sakit Rasulullah saw,
semakin parah ?
Dan dari riwayat Ali r.a ., ia berkata :
“ Rasulullah
ditanya, ‘ ya, Rasulullah. Sipakah yang akan menjadi pemimpin setelahmu ? ’
Nabi saw menjawab, ’Jika kamu menjadikan Abu Bakar sebagai pemimpin, maka kamu
akan mendapatkan dia orang yang terpercaya, zuhud dalam urusan dunia, dan
senang kehidupan akhirat. Jika kamu menjadikan umar sebagai pemimpin, maka kamu
akan mendapatkan dia sebagai orang yang kuat, terpercaya, dan tidak takut
kecaman siapa pun dalam menjalankan hukum Allah. Dan jika kamu menjadikan Ali
sebagai pemipin, dan saya melihat kamu tidak akan melakukannya, maka kamu akan
mendapatkan dia orang yang member petunjuk dan yang mendapatkan petunjuk, yang
akan membimbing mu ke jalan yang lurus.”[4]
Berdasarkan keterangan ini, kita ketahui bahwa
pemikiran tentang imamah telah muncul pada masa hidup Rasulullah saw. Namun perselisihan
tentang khalifah baru terjadi setelah Rasulullah wafat, dengan diadakan
pertemuan di Saqifah, yang diikuti dengan pembaiatan Abu Bakar r.a. dalam
khutbahnya khaliafah kedua, Umar r.a
berkata tentang pertemuan saqifah, “ Telah sampai kepadaku bahwa seseorang di
antara kalian berkata, ‘Demi Allah, jika Umar wafat, maka saya akan membaiat si
fulan.’
Maka janganlah
ada orang yang terpedaya hingga ia mengatakan bahwa pembaiatan Abu Bakar itu
tergesa-gesa dan telah selesai. Ketahuialah bahwa pembaiatan itu memang
demikian, dan Allah telah mencegah terjadinya keburukan. Dan siapa yang
membaiat seseorang tanpa musyawarah umat Islam maka pembaiatan itu tidak benar,
dan orang yang membaiat maupun yang dibaiat dapat dibunuh.
2) Kedudukan
Hukum Khalifa Hurasidin
Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam urusan pemerintahan dan kekuasaan serta
dalam menerapkan hukum-hukum syara. Islam telah menjadikan umat sebagai pemilik
kekuasaan dan pemerintahan. Dan dalam hal ini umat mewakilkannya kepada
seseorang untuk menjalankan urusan tersebut. Disamping itu ALLAH SWT telah
mewajibkan kepada umat untuk menerapkan seluruh system dan hukum islam secara
total.
Secara formal akad penyerahan umat untuk memberikan
mandat kepada seorang khalifah dalam urusan kekuasaan dan pemerintahan serta
dalam menerapkan hukum-hukum syara dilakukan, melalui baiat seorang khalifah. Sekaligus
menunjukan pemberian kekusaan dari umat kepada khalifah. Sedangkan umat wajib
mentaatinya . Rasulullah saw, bersabda : “ siapa saja yang telah membaiat
seorang imam (khalifah) lalu memberikan uluran tangan dan buah hatinya , maka
hendaklah ia mentaatinya.” (HR. Imam Muslim).
Alqur’anul Karim telah menyebutkan dengan istilah
Waliyul Amri, yaitu orang yang mewakili umat dalam pengaturan dan pemeliharaan
urusan umat sesuai dengan system dan hukum islam. Ketaatan terhadap khalifah
menempati peringkat yang tertinggi setelah ketaatan kepada Allah dan Rasulnya.
Firman Allah swt :
“ Wahai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasullnya dan ulil amri
dari kamu sekalian”. (QS: An Nisa: 59). Oleh karena itu, kedudukan
seseorang Khalifah di dalam system pemerintahan islam amatlah kuat.
Seorang khalifah wajib
ditaati oleh seluruh rakyat. Siapapun yang membangkang perintah khalifah
dianggap golongan bughat(pembangkang). Dan islam bersikap keras terhadap para
pembangkang yang dapat mengakibatkan instabilitas politik, yang pada ujungnya
bisa menjadi penyebab kegoncangan dan kehancuran kesatuan Daulah Khalifah
Islamiyah.
[1] Muhammad Jawad Maghiyah,
Asy-Syi’ah al-Hakimun, Percetakan Ahliyah, Beirut, cet II, 1962, hal. 14,
selanjutnya disebut Asy-syi’ah wa al-hakimun
[3] Di antara arti imam
adalah ammahu-yaummuhu, artinya ‘dia menuju suatu tempat, seperti yang
disebutkan dala surat al-maa’idah: “Dan meeka menuju Baitullah yang mulia”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar